Thursday 18 April 2013

Pengertian Penologi, Sejarah Penjatuhan Pidana, Sejarah Pertumbuhan Susunan Pidana di Indonesia



PENGERTIAN PENOLOGI

Yang dibahas adalah :
  1. Apa makna pidana bagi korban kejahatan?
Untuk menciptakan keseimbangan terhadap rasa kekecewaan dan hak-haknya yang dirugikan. Korban selalu berharap pelaku dapat dihukum seberat-beratnya, walaupun barang yang dicuri tidak kembali. Hal ini hanya untuk memuaskan korban.

·     2. Apa makna hukuman bagi si pelaku?
Ada 2 teori yaitu teori pembalasan (memidana seseorang untuk membalas perbuatannya) dan teori tujuan (membina pelaku agar pelaku sadar dan tidak mengulangi perbuatannya).
 
     3. Apa makna hukuman bagi masyarakat?
Contoh : Dosen mengeluarkan A dari kelas karena ia membuat keributan. Maka, B,C,D yang dikelas juga akan berpikir bahwa “bila mereka ribut, akan diusir juga”. Adanya paksaan psikologis yang menyadarkan kita.


Sejarah penjatuhan pidana

Bagaimana tata cara masyarakat menyelesaikan konflik (kejahatan) sebelum negara terbentuk? Sebelum ada negara, penyelesaian konflik ada tahapannya yaitu
  1. Tahap Pembalasan
Contoh : A memukul B ; solusinya B memukul A
Cara ini disebut dengan asas pembalasan atau asas Talionis (oog om oog en tand om tand / eye for eye and tooth for tooth, life for life). Menurut Tresna, utang pati dibayar pati, utang budi dibawa mati.
Namun ada persoalan-persoalan yang muncul yaitu seringkali B tidak bisa membalas sesuatu yang dilakukan A terhadap B. Contohnya A mencuri kambing B, B ingin membalas A, tapi A tidak punya kambing.
2.      Tahap Ganti Rugi
 
Kenapa ada perubahan dari asas pembalasan ke asas ganti rugi?
  • Ada kesulitan membuat keseimbangan dalam penyelesaian konflik
  • Adanya tingkat perkembangan peradaban. Semakin beradab, semakin dapat membuat solusi yang bijaksana.
Dalam tahapan pembalasan bisa terjadi homo homini lupus / bellum omnium contra omnus (Thomas Hobbes) yaitu manusia yang satu bisa menjadi serigala bagi manusia yang lain. Persoalan yang muncul adalah sulit untuk menentukan besarnya ganti rugi karena belum ada standar yang sama tentang harga. Kemudian peradaban berkembang sehingga kesulitan-kesulitan tersebut dapat diatasi dengan munculnya negara. 

3.      Tahap Campur Tangan Negara (Masa kini)
 
Bila terjadi kejahatan, maka diserahkan kepada negara. Instansi-instansi yang terlibat dalam hukum pidana adalah polisi, jaksa, hakim, advokat.

Pilar-pilar sistem peradilan pidana :
  • Polisi bertugas melakukan penyelidikan, penyidikan, penangkapan, dan penahanan. Tidak semua orang dapat ditahan. Yang dapat ditahan adalah orang yang melakukan tindak pidana yang ancaman hukumannya lebih dari 5tahun, kecuali pasal 372 (penggelapan), 378 (penipuan), 480 (penadahan) bisa ditahan walau ancaman pidana 4tahun.
  • Jaksa bertugas
a. memeriksa kelengkapan BAP yang diserahkan ke polisi; 
b. menyerahkan berkas tersebut ke Pengadilan Negeri bila sudah lengkap (bila belum lengkap dikembalikan ke polisi untuk dilengkapi); 
c. melakukan penuntutan yang didasari oleh dasar hukum, filosofi pemidanaan (tujuan pemidanaan sesungguhnya adalah pembinaan, bukan balas dendam. Hukum pidana bersifat ultimum remedium maka harus seringan mungkin), persoalan sosiologis kemasyarakatan (melihat keadaan di masyarakat).
  • Hakim bertugas memeriksa perkara yang diajukan dan membuat putusan (menjatuhkan pidana, menolak dakwaan jaksa, membebaskan terdakwa).
  • Advokat bertugas menganalisis apakah penerapan hukum di pengadilan benar atau tidak.


Sejarah pertumbuhan susunan pidana di Indonesia

1.             Zaman sebelum Majapahit

Sebelum ada pengaruh bangsa asing, susunan pidana yang berlaku:
a.    Pembalasan umum : pembalasan keluarga terhadap keluarga, marga terhadap marga
b.    Pembalasan khusus : pembalasan dari pihak yang dirugikan kepada pihak yang merugikan
c.    Pembayaran uang damai dibayar oleh orang yang merugikan kepada desanya atau marganya atau keluarga korban

2.             Zaman Majapahit

a.    Pidana pokok : pidana mati, pidana potong anggota badan pelaku, pidana denda, ganti kerugian.
b.    Pidana tambahan : uang tebusan, penyitaan barang yang digunakan untuk melakukan kejahatan, uang membeli obat.

3.             Zaman Hindu

a.    Pidana yang bersifat keagamaan : adanya penyesalan, pengusiran dari kastanya, tidak boleh mendapat pertolongan apapun, sesudah meninggal akan tersiksa di neraka, harus melakukan perdamaian.
b.    Pidana yang bersifat keduniawian : Menurut MANU (yang membuat UU Dharmasastra) terbagi dalam : pidana mati, pidana badan, pidana denda, dan pidana pemberian marah dan peringatan.
Selain itu, masih ada bentuk pidana lain menurut MANU yaitu pidana penyitaan, pidana terhadap kehormatan, pidana kerja paksa, pidana kurungan.

4.             Zaman Islam

a.    Qisas
Pidana ini berupa pembalasan yang dilakukan oleh si korban atau saudaranya yang terdekat. Dilakukan terhadap dua hal yaitu pembunuhan dan melukai dengan sengaja. Menurut Qisas, pelaku dapat dipotong anggota badannya atau merusak giginya. Qisas pun dapat diganti dengan pemberian kerugian (dijah) jika pembalasan tidak diatur dalam UU dan yang berhak melakukan qisas bersedia melepaskan qisasnya.
b.    Hadd
Pelemparan batu terhadap orang berzinah, pukulan dengan cemeti terhadap orang yang berzinah dan minum anggur, pembuangan, pidana potong tangan atau kaki, pemberian kerugian bila mencuri, pidana mati bagi penyamun, pidana kurungan bagi gelandangan.
Yang tidak dipidana Hadd adalah yang belum cukup umur, sakit jiwa, bapak dan ibu korban.
c.    Tazir
Pidana kurungan, pidana cemeti, pidana buang / penyitaan semua barangnya, pidana ganti kerugian kepada korban/ ahli warisnya.


Susunan Pidana Menurut Hukum Adat

1.             Pidana mati : mencekik, ditenggelamkan, ditikam /  dibakar.
2.             Pidana badan : memukul dengan rotan, dibuat cacat tubuhnya.
3.             Pidana pengasingan
4.             Pidana terhadap kekayaan

Susunan pidana pada masa penjajahan / masa OIC 
(Oost Indische Compagnie th 1642)

1.             Dimasukkan kedalam bangunan tertutup (bukan penjara), karena melakukan perjudian, mabuk, budak belian yang tidak menyenangkan tuannya
2.             Dirantai sambil dipekerjakan
3.             Dimasukkan kedalam rumah perbaikan bagi mereka yang berzinah.

Susunan pidana pada masa Daendels 
(1808-1811)

Pada saat Daendels memerintah sebagai gubernur jenderal indonesia, susunan pidananya adalah membakar, mengecap dengan besi panas, dipukul dengan rotan, dirantai, kerja paksa.


Susunan pidana pada masa Raffles 
( 1811-1816)

Sesuai dengan perjanjian antara Belanda dengan Inggris, bahwa jajahan Belanda akan dikuasai Inggris. Maka Indonesia dikuasai Inggris dibawah kekuasaan Raffles dimana semua pidana yang bersifat kejam dan membuat tubuh cacat dihapus.


Susunan pidana pada masa Hindia Belanda 
(sebelum berlaku KUHP)

1.             Pidana bagi golongan Eropa : pidana mati, pidana dalam rumah perbaikan paksa dari 5-20 tahun atau 10tahun, pidana penjara 6hari-15tahun, pidana denda.
2.             Pidana bagi golongan Bumiputra : pidana mati, pidana kerja paksa dengan dirantai paling lama 5tahun, pidana dimasukkan ke dalam bangunan tertutup paling lama 8hari, pidana denda.


No comments:

Post a Comment